Home Klinik Kedokteran

Demam Tifoid

Edisi 1.8
Oleh : dr. Asep Subarkah, S. Ked.


Pengertian

Demam tifoid adalah penyakit tropik sistemik, penyakit menular, penyakit akut dan penyakit infeksi bakteri karena salmonella typhi pada usus halus dengan manifestasi klinis berupa demam spesifik, gangguan sistem pencernaan, gangguan kesadaran dan dapat menyebabkan komplikasi intestinal maupun ekstra intestinal.
Sinonim : demam typhoid, enteric fever, penyakit tipes, tifoid, tipes, types, typhoid fever | Kompetensi : 04 | Laporan Penyakit : 0023 | ICD X : A.01.0

Gambar Demam Tifoid

Demam Tifoid (dinkes.tegalkota.go.id)



Penjelasan

Demam tifoid adalah penyakit menular melalui makanan, minuman atau jari tangan yang tercemar feses atau urin (fekal oral atau foodborn disease) penderita demam tifoid lalu masuk dan menyebar ke dalam tubuh orang lain.
Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteriGambar Penyakit Infeksi Bakteri karena salmonella typhi sebagai bagian dari salmonella enterica; bakteri salmonella menyebabkan salmonellosis (infeksi salmonella); bakteri rickettsia dan orientia menyebabkan tifus atau typhus; salmonellosis, tifus dan demam tifoid berbeda.
Demam tifoid dengan manifestasi klinis berupa demam spesifik yaitu pagi hari demam turun kemudian sore hari demam tinggi kembali karena ekskresi endotoksin (minimal berjumlah 100 µg) dari salmonella typhi.

Epidemiologi

Indonesia


penyakitGambar Penyakit : demam tifoid tergolong penyakit endemik di Indonesia; 600 ribu-1,5 juta atau 500 dari tiap 100.000 kasus per tahun di Indonesia; 180,3/100.000 kasus per tahun pada usia 5-15 tahun di Indonesia (WHO, 2003); penyakit penyebab kematian ke-8 di Indonesia dengan angka 4,3% (Suskernas, 2001).
penyakit penyebab kematian ke-3 dari pasien rawat inap di Indonesia (SP2RS, 2000).

Kasus Lain


  • dunia : 21.650.974 (tahun 2000) dan 16 juta (tahun 2002) kasus di dunia; 216.510 (tahun 2000) dan 600 ribu (tahun 2002) kematian di dunia
  • 64% kasus pada usia 3-19 tahun (usia sekolah) dan terbanyak pada usia 10-15 tahun dengan angka kematian 1,6-3%
  • laki-laki : wanita 2-3 : 1
  • 1% kasus perdarahan usus dan perforasi usus biasanya karena pengobatan terlambat
  • 15-20% kasus relaps dan biasanya lebih ringan daripada serangan pertama
  • reservoir manusia dan hewan peliharaan (jarang)
  • banyak pada musim kemarau atau musim panas
  • sangat dipengaruhi sanitasi lingkungan (air dan makanan disebut foodborn disease)

Penyebab

Faktor Etiologi


Faktor Risiko


pasien : melakukan kontak langsung dengan penderita demam tifoid; berkunjung atau bekerja di daerah yang tinggi kasus demam tifoid; bekerja sebagai tenaga kesehatan yang menangani penderita demam tifoid; melakukan seks melalui mulut (oral sex) dengan penderita demam tifoid.
  • usia : dapat menyerang semua umur namun lebih sering pada anak-anak.
  • sanitasi : tinggal di lingkungan yang kotor dan bersanitasi buruk.
  • makanan : mengonsumsi sayur-sayuran atau buah-buahan yang tidak dicuci bersih; kebiasaan makan dan minum di tempat jualan yang kurang bersih; konsumsi es krim & makanan laut (kerang) dari air yang terkontaminasi bakteri.
  • pengetahuan dan perilaku sehat rendah
  • cuci tangan : makan tanpa cuci tangan yang baik misalnya tidak menggunakan sabun.
  • air : penyediaan dan minum air yang kurang bersih.
  • jamban : menggunakan toilet yang sama dengan penderita dan tidak mencuci tangan setelahnya; jamban keluarga tidak tersedia.

Jenis

  • demam tifoid tanpa penyulit
  • demam tifoid dengan penyulit

Patofisiologi

  • masa inkubasi :
    o bervariasi tergantung dosis infektif
    o 3 hari - 1 bulan (rata-rata 7-14 hari)
  • salmonella typhi : gejala demam tifoid yang disebabkan salmonella typhi lebih berat daripada demam paratifoid yang diakibatkan salmonella paratyphi.
  • biasanya memiliki gejala ringan bahkan bisa tanpa gejala (asimtomatik).
  • seringkali gejala pada anak lebih ringan daripada dewasa.
  • demam : demam karena ekskresi endotoksin oleh salmonella typhi; endotoksin sangat berpengaruh saat jumlahnya 100 µg.
  • sakit kepala : sakit kepala sebagai gejala prodromal yang terjadi pada minggu pertama terutama mengenai kepala bagian depan.
  • mual & muntah : mual dan muntah karena tekanan lambung akibat hepatomegali dan splenomegali.
  • sakit perut : sakit perut karena hepatomegali dan splenomegali; hepatomegali dan splenomegali karena salmonella typhi berkembang biak dalam hati dan limpa lalu menimbulkan nyeri.
  • mencret : mencret karena gangguan penyerapan cairan.
  • tes darah, tes urin dan tes tinja untuk mendeteksi keberadaan salmonella typhi.
  • pemeriksaan feses : pemeriksaan feses dilakukan setelah 1 minggu demam.
  • kultur darah : kultur darah dapat negatif pada pemberian antibiotik.
  • aspirasi sumsum tulang : aspirasi sumsum tulang untuk lebih memastikan keberadaan salmonella typhi dari hasil tes darah, tes urin dan tes tinja tetapi tes ini jarang dilakukan.
  • tes tubex TF : tes tubex TF untuk mendeteksi antibodi terhadap salmonella typhi dengan sensitivitas yang lebih tinggi dibandingkan tes widal.

Tes Widal


tes widalGambar Tes Widal : tes widal untuk mendeteksi antibodi terhadap salmonella typhi; pasien dianggap demam tifoid bila ditemukan kadar antibodi terhadap salmonella typhii; standar pembacaan tes widal bervariasi di berbagai wilayah tergantung tingkat endemis dari demam tifoid.
darahGambar Darah : hasil positif dari sampel darah yang diambil sebelum hari ke 6-8 bukan karena demam tifoid saat itu melainkan berasal dari kontak sebelumnya; tes widal bisa positif meski tidak memiliki gejala demam tifoid karena pasien sebagai pembawa (carrier) salmonella typhii dan memiliki daya tahan tubuh baik.
antibodiGambar Antibodi : sebanyak 30% dari hasil pemeriksaan widal negatif ternyata memiliki sampel biakan positif demam tifoid; tes widal masih bisa positif pada orang yang belum lama sembuh dari demam tifoid karena antibodi terhadap salmonella typhii bisa tetap berada di dalam tubuh hingga 2 tahun lamanya.

Penularan


Masuknya kuman :
  • transplasenter
  • oral

Penularan Oral


salmonella typhiGambar Salmonella Typhi : kontaminasi antara makanan dan minuman dengan pus penderita lain yang terbawa melalui kaki lalat atau kontaminasi antara jari tangan dengan muntah, tinja, urin, sekret saluran napas dapat menyebabkan salmonella typhi masuk ke dalam saluran cerna secara oral.
  • sebagian kuman mati oleh asam lambung dimana semakin baik sistem imun mukosa (IgA) maka semakin mudah kuman dihancurkan.
  • sebagian kuman terlepas dari asam lambung lalu masuk ke dalam usus halus kemudian menembus sel epitel dan lamina propria.
  • kuman berkembang biak di lamina propria lalu makrofag memfagositnya (kuman juga berkembang biak dalam makrofag).
  • makrofag yang membawa kuman menuju lempeng peyer di ileum distal lalu menuju limfonodus mesenterika kemudian terakhir melalui duktus torasikus.
  • akhirnya melalui duktus torasikus, makrofag yang membawa kuman akan masuk ke dalam sirkulasi darah menuju sistem retikuloendotelial sehingga terjadilah first bacteremia (bakteriemia primer).
  • first bacteremia bersifat asimptomatik dan terjadi setelah 24-72 jam.
  • kemudian makrofag yang membawa kuman dalam darah akan menyebar ke seluruh organ terutama hati, limpa, sumsum tulang, kantung empedu dan ginjal.
  • kuman akan melepaskan diri dari makrofag setelah masuk ke dalam organ.
  • kuman akan masuk ke dalam kandung empedu setelah melalui hati lalu keluar melalui sekresi empedu ke usus.
  • sebagian kuman keluar bersama feses namun sebagian lainnya kembali menembus usus.
  • makrofag yang sudah teraktivasi akan memfagositosis kuman yang masuk kembali tersebut lalu melepaskan mediator inflamasi kemudian muncullah gejala sistemik inflamasi.
  • terjadi hiperplasia jaringan di dalam plak peyer ileum karena makrofag yang hiperaktif lalu menyebabkan erosi dan lepasnya kerak ulkus dari pembuluh darah sehingga terjadi perdarahan usus dan perforasi usus.
  • kuman kembali dari usus ke sirkulasi darah maka terjadilah second bacteremia (bakteriemia sekunder).
  • second bacteremia bersifat simptomatik dengan gejala sistemik infeksi dan terjadi setelah hari ke 5-9.
  • terjadi pelepasan endotoksin yang menyebabkan demam, gangguan neuropsikiatri, gangguan kardiopulmoner, dll.

Minggu Pertama


demamGambar Demam, sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk, mencret, konstipasi, denyut nadi lebih cepat (80-100 kali per menit) namun lebih lemah, pernapasan semakin cepat, gambaran bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tidak enak, mencret dan sembelit silih berganti (akhir minggu pertama mencret lebih sering).
Juga lidah kotor dan mengalami tremor, epistaksis, tenggorokan terasa kering dan meradang, rose spots, limpa teraba dan abdomen distensi.

Minggu Kedua


demam makin tinggi (hiperpireksia)Gambar Hiperpireksia, tekanan darah menurun, bibir kering dan terkelupas, lidah dilapisi selaput putih yang kotor (lidah kotor), hepatomegali, splenomegali, mencret, perut kembung, sering perut berbunyi, kesadaran menurun (delirium) sebagai tanda toksemia, mulai kacau bicara, mengantuk terus-menerus, gangguan pendengaran.

Minggu Ketiga


demam berangsur-angsur turun hingga normal bila tanpa komplikasiGambar Komplikasi atau berhasil diobati, perdarahan usus, perforasi usus, toksemia memberat (delirium, stupor), inkontinensia alvi, inkontinensia urin, meteorismus, timpani, nyeri perut, kolaps dan degenerasi miokardial toksik.

Minggu Keempat


Stadium penyembuhan, dapat ditemukan pneumonia lobar, tromboflebitis vena femoralis.

Rose Spots


  • 10% kasus
  • rose spots umumnya muncul pada hari ke-7.
  • berlangsung selama 3-10 hari lalu hilang sempurna
  • biasanya tidak merata di salah satu sisi abdomen

Karier


  • kasus karier sementara 5% sedangkan karier menahun 2%.
  • karier kronis lebih sering pada wanita dan usia pertengahan (usia 30-an).
  • jenis karier yaitu masa penyembuhan (convalescent carrier), karier intestinal (faecal carrier), karier urinaria (urinary carrier).
  • basil dapat bertahan dalam feses sampai 6 bulan pada karier masa penyembuhan dan sampai minimal 1 tahun pada karier intestinal.
  • karier kronis termasuk karier intestinal dan karier urinaria.
  • karier intestinal lebih banyak daripada karier urinaria.
  • ada kelainan (abnormalitas) empedu (batu empedu, infeksi empedu kronis).
  • kekambuhan karier intestinal bersifat ringan dan sulit diketahui karena gejalanya tidak jelas.
  • karier urinaria berkaitan dengan infeksi schistosoma haematobium.

Pemeriksaan Hematologi


Urinalisis


  • protein negatif atau positif (akibat demam)
  • leukosit atau eritrosit normal; dapat meningkat pada perdarahan atau perforasi usus

Pemeriksaan Kimia Klinik


  • SGOT/SGPT sering meningkat

ELISA


  • rapid test
  • lebih sensitif dan lebih spesifik daripada pemeriksaan widal
  • dinyatakan 1 bila IgM positif menandakan infeksi akut
  • dinyatakan 2 bila IgG positif menandakan pernah kontak / pernah terinfeksi / reinfeksi / daerah endemik

Metode Imunokromatografi


  • deteksi IgM terhadap salmonella typhi
  • hasil cepat

Pemeriksaan Anti Salmonella Typhi IgM


  • dengan reagen TubexRTF
  • sensitif, spesifik dan praktis untuk mendeteksi salmonella typhi
  • deteksi antibodi terhadap antigen lipopolisakarida O9 yang sangat spesifik terhadap salmonella typhi
  • deteksi lebih dini karena IgM muncul paling awal yaitu setelah 3-4 hari demam
  • lebih sensitif > 95%
  • lebih spesifik > 93%
  • diagnosis lebih pasti dan dapat menentukan tingkat fase akut infeksi
  • diagnosis lebih dini sehingga pengobatan lebih cepat
  • hanya pemeriksaan tunggal dan sudah teruji

Pemeriksaan Mikrobiologi


  • kultur basil merupakan diagnosa pasti demam tifoid
  • caranya yaitu menemukan kuman dalam darah, urin dan feses
  • biakan darah (kultur Gal) dalam minggu ke-2 namun sebaiknya dalam minggu pertama karena kemungkinan positif 80-90%, minggu ke-3 20-25%, minggu ke-4 10-15%
  • pemeriksaan kultur Gal kurang sensitif dan memerlukan waktu berhari-hari
  • biakan tinja dan biakan urin setelah minggu ke-2 pada pasien karier karena kuman dilepaskan terus-menerus melalui saluran empedu ke saluran cerna
  • biakan tinja pada minggu ke-2 dan 3 sedangkan biakan urin pada minggu ke-3 dan 4
  • sampel urin dan feses 2 kali berturut-turut untuk menentukan pasien benar-benar telah sembuh dan bukan karier
  • hasil tidak dapat segera diketahui namun butuh waktu selama 2-7 hari dan bila belum ada pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari lagi

Interpretasi Hasil


  • positif : diagnosis pasti
  • negatif palsu karena volume darah kurang 2 cc, darah tidak segera dimasukkan ke dalam medial Gall (darah dibiarkan membeku dalam spuit sehingga kuman terperangkap dalam bekuan), pengambilan darah masih dalam minggu pertama, riwayat konsumsi antibiotik, dan riwayat vaksinasi

Metode PCR


Gejala

Gejala Awal


Gejala Lanjut


Diagnosis

Demam Spesifik


demamGambar Demam spesifik : febris remitten dan demam dapat mencapai 41°C; demam setiap hari dimana sore dan malam lebih tinggi; demam biasanya berlangsung lebih seminggu hingga 3 minggu; demam berangsur-angsur naik pada minggu pertama, selalu demam pada minggu kedua dan berangsur-angsur turun hingga normal kembali pada minggu ketiga.
antipiretikGambar Antipiretik : demam tidak hilang dengan pemberian antipiretik; demam seringkali disertai dengan denyut jantung yang lambat dan kelelahan yang luar biasa; demam dapat berlangsung 4-8 minggu (demam persisten) bila tidak diobati; dingin dan berkeringat tidak ada sebagaimana malaria.

Keadaan Umum


Pemeriksaan Tanda Vital


  • tekanan darah : -
  • denyut nadi :
    o normal
    o meningkat pada minggu pertama infeksi
    o bradikardia relatif pada minggu kedua infeksi
  • pernapasan :
    o relatif meningkat
    o normal pada minggu pertama infeksi
    o gangguan napas atau dispnea pada komplikasi
  • suhu :
    o demam sore dan malam

Pemeriksaan Fisik


  • kepala leher :
    o lidah berselaput
    o lidah kotor di tengah dan tepi
    o lidah bagian ujung merah
  • abdomen :
    o distensi abdomen
    o splenomegali
    o hepatomegali
    o suara peristaltik meningkat
  • nyeri tekan/spontan :
    o perut di daerah McBurney (kanan bawah)
    o sisi kiri normal/kurang nyeri
  • bradikardia relatif
  • rose spots
  • purpura difus

Pemeriksaan Laboratorium


  • pemeriksaan darah tepi :
    o leukosit normal
    o leukopenia
  • urinalisis
  • pemeriksaan kimia klinik
  • pemeriksaan imunoserologi :
    o pemeriksaan widal
    o tes tubex : ≥5 (positif)
    o ELISA
    o metode imunokromatografi
  • pemeriksaan bakteriologi
    o kultur/biakan darah : positif
    o feses : positif
  • uji sensitifitas
  • pemeriksaan biologi molekular :
    o metode PCR (polymerase chain reaction)

Demam Tifoid Tanpa Penyulit


  • tes widal :
    o kenaikan progresif titer O sebesar 2-4 kali lipat pada pemeriksaan serial (pemeriksaan ulang) tes widal pada 5-7 hari setelah tes pertama.
  • single titer :
    o widal O ≥1/320
    o widal H ≥1/640
  • kuktur darah : positif
  • pengobatan : respon pengobatan 3-5 hari pasca terapi empiris.

Demam Tifoid Dengan Penyulit


Penatalaksanaan

Istirahat


  • rawat inap untuk isolasi, observasi dan pengobatan
  • menjaga kebersihan tempat tidur, pakaian dan perlengkapan yang dipakai untuk mencegah penularan
  • cuci tangan : mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir secara rutin.
  • tirah baring : tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kira-kira selama 14 hari untuk mencegah perdarahan usus dan perforasi usus.
  • mobilisasi bertahap sesuai pulihnya kekuatan
  • ubah posisi pada kesadaran menurun untuk mencegah pneumonia hipostatik dan dekubitus
  • perhatikan buang air besar dan buang air kecil karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih

Nutrisi & Cairan


Makanan


makanan : makanan lunak bila tidak bisa mengonsumsi makanan padat; makanan sesuai selera pasien; makanan dengan suplemen nutrisi; makanan dengan porsi kecil tetapi sering; makanan rendah serat (rendah selulosa) dan pantang makan sayur dengan serat kasar; makanan tidak merangsang (misalnya tidak pedas) dan tidak menimbulkan banyak gas.
berikan makanan melalui oral atau parenteral.
  • menilai status nutrisi
  • cukup cairan (minum air putih), kalori, protein dan vitamin.
  • pertahankan kebersihan mulut

Terapi Medis


Tujuan pengobatan
Jenis pengobatan
3.1. Pengobatan Gejala

3.1.1. Konstipasi
  • perlu bantuan paraffin atau lavase dengan glistering
  • obat laksan atau enema tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan perdarahan usus dan perforasi usus
3.2. Pengobatan Suportif

Pengobatan suportif dengan kortikosteroid yaitu deksametason untuk demam tifoid berat dengan gangguan kesadaran. Kortison dan prednison untuk demam yang tidak turun.
3.2.1. Deksametason
  • dosis awal 3 mg/kgbb (IV)
  • dosis lanjut 1 mg/kgbb tiap 6 jam sebanyak 8 kali pemberian
3.2.2. Kortison & Prednison
  • hari ke-1 : kortison 3x100 mg (IM) atau prednison 3x10 mg
  • hari ke-2 : kortison 2x100 mg (IM) atau prednison 2x10 mg
  • hari ke-3 : kortison 3x 50 mg (IM) atau prednison 3x 5 mg
  • hari ke-4 : kortison 2x 50 mg (IM) atau prednison 2x 5 mg
  • hari ke-5 : kortison 1x 50 mg (IM) atau prednison 1x 5 mg

Pengobatan Antibiotik Lini Pertama


kloramfenikolGambar Kloramfenikol : dewasa 3-4 x 500 mg (2 gr) sehari; anak 3-4 x 50-100 mg/kgbb sehari; oral atau intravena; selama 7-14 hari atau 7 hari bebas demam; risiko anemia aplastik; tidak boleh untuk ibu hamil trimester ketiga; intramuskuler tidak dianjurkan karena risiko hidrolisis ester & tempat suntikan terasa nyeri; demam dapat turun rata-rata 5 hari; hati-hati pada nilai hematologi abnormal.
  • tiamfenikol : dewasa 4x500 mg (2 gr) sehari; anak 4x50 mg/kgbb sehari; selama 5-7 hari bebas demam; tidak boleh untuk ibu hamil trimester pertama; komplikasi hematologi lebih jarang; demam dapat turun 5-6 hari
  • kotrimoksazol : dewasa 2x960 mg (2x2) sehari; selama 14 hari atau 7 hari bebas demam; tidak boleh untuk ibu hamil; demam dapat turun 5-6 hari
  • ampisilin / amoksisilin : dewasa 4x500 mg (2-4 gr) sehari; anak 75-150 mg/kgbb sehari; selama 10-14 hari atau 7 hari bebas demam; aman untuk ibu hamil; kurang efektif daripada kloramfenikol; indikasi mutlak demam tifoid dengan leukopenia; demam dapat turun 7-9 hari
  • MDR : kloramfenikol, ampisilin dan kotrimoksazol termasuk Multi Drug Resistant (MDR) yaitu obat demam tifoid yang sudah resisten.

Pengobatan Antibiotik Lini Kedua


  • seftriakson : dewasa 2-4 gr dalam dekstrosa 100 cc selama 30 menit infus sehari selama 3-5 hari
  • sefiksim : efektif untuk anak 15-20 mg/kgbb sehari dibagi 2 dosis selama 10 hari
  • fluorokuinolon : tidak boleh untuk ibu hamil
  • ciprofloxacin : dosis ciprofloxacin 2 x 500 mg selama 6-10 hari atau 2-3 minggu namun bukan untuk anak berusia <18 tahun.
  • ofloksasin 2x400 mg/hari selama 7 hari

Monitoring

  • lakukan kontrol setelah 5 hari pengobatan.

Komplikasi

Komplikasi Ekstra Intestinal


  • komplikasi kardiovaskuler :
    o endokarditis
    o kegagalan sirkulasi perifer (renjatan/syok septik)
    o miokarditis (1-5%)
    o trombosis
    o tromboflebitis
  • komplikasi darah :
    o anemia hemolitik
    o infeksi pembuluh darah
    o trombositopenia
    o protrombin time meningkat
    o koagulasi intravaskular diseminata (KID) / disseminated intravascular coagulation (DIC)
    o sindrom uremia hemolitik
  • komplikasi paru :
    o bronkopneumonia (minggu ke-2 atau 3)
    o pneumonia
    o empiema (empyema)
    o pleuritis
  • komplikasi hepar & kandung empedu
    o hepatitis tifosa (jarang)
    o pankreatitis : pankreatitis tifosa
    o kolesistitis
  • komplikasi sistem urin :
    o cystitis
    o gagal ginjal
    o glomerulonefritis
    o pielonefritis
    o perinefritis
  • komplikasi tulang :
    o osteomielitis
    o periostitis
    o spondilitis
    o artritis
  • komplikasi neuropsikiatrik :
    o delirium
    o meningismus
    o meningitis
    o radang otak
    o polineuritis perifer
    o sindrom guillain-barre
    o psikosis
    o sindrom katatonia
    o stupor
    o koma

Prognosis

  • mortalitas anak 2,6% dewasa 5,6%
  • bergantung pada umur, keadaan umum, derajat kekebalan, virulensi salmonella dan kecepatan terapi
  • mortalitas demam tifoid dengan perdarahan usus 10-32% jika penanganan terlambat
  • penyebab kematian yaitu degenerasi miokardial toksik pada minggu ketiga
  • biaya pengobatan rawat jalan US$ 50-150, rawat inap tanpa komplikasi US$ 100-150, rawat inap dengan komplikasi US$ 250 atau lebih

Pencegahan

  • pencegahan primer
  • pencegahan sekunder

Pencegahan Primer


  • menjaga kebersihan badan (higiene perorangan) dan sekitar.
  • menjaga kebersihan sanitasi lingkungan.
  • cuci tangan : rajin mencuci tangan dengan sabun dan membilasnya dengan air bersih yang mengalir terutama sebelum makan.
  • makanan : jangan jajan di tempat yang tidak terjaga kebersihannya; hindari mengkonsumsi makanan (buah dan sayuran) mentah yang tidak dicuci dengan air bersih atau belum matang sempurna; mengupas buah lalu membilasnya.
  • minuman : memastikan air yang akan diminum telah direbus hingga matang dengan membiarkannya mendidih selama minimal 5 menit.
  • cegah karier dan relaps
  • pasteurisasi susu
  • iodinasi/klorinasi air minum

Pencegahan Sekunder


  • imunisasi : berikan imunisasi vaksin tifoid (vaksin TAB) jika ingin bepergian ke wilayah endemik; orang yang telah mendapatkan vaksin tifoid tetap berisiko terserang demam tifoid.

Vaksin Parenteral


  • 2 suntikan subkutan 0,5 ml dengan interval 4 minggu
  • tingkat perlindungan 70%
  • dosis booster dianjurkan setiap 3 tahun di daerah endemis
  • kontraindikasi wanita hamil

Vaksin Oral


  • vaksin hidup
  • 3 kapsul yang diberikan pada hari 1,3,5
  • dosis booster setelah 3 tahun
  • kontraindikasi wanita hamil

Diagnosis Banding

Referensi

  1. Promosi Kesehatan Dinas Kesehatan TNI Angkatan Laut. Penyakit Demam Tifoid. Promosi Kesehatan nomor 066. 2012.
  2. Prof. DR. Dr. A. Halim Mubin, SpPD, MSc, KPTI. 2008. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam : Diagnosis dan Terapi. Edisi 2. Jakarta : EGC. Hal. 31-34.
  3. Departemen Kesehatan RI. 2007. Pedoman Pengobatan Dasar Di Puskesmas. Hal. 225-227.
  4. Dwi Yuda Herdanto, Surendra Prabhawa. 2009. 20 Penyakit Umum di Indonesia. www.yudaherdanto.com. Hal. 11-14.
  5. James Chin, MD, MPH. (ed.). Dr. I Nyoman Kandun, MPH. (ed. penerj.). Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Ed 17. 2000. Hal. 556-562.
  6. Rr. Sri Untari Siswi S.M.P. Analisis Penggunaan Antibiotik pada Terapi Demam Tifoid Pasien Rawat Inap di RSU PKU Muhammadiyah Bantul 2010 dan 2011 dengan Metode ATC, DDD.
  7. Tania Nugrah Utami. Demam Tifoid. Fakultas Kedokteran Universitas Riau. Pekanbaru. 2010.
  8. Prof. Dr. Riadi Wirawan SpPK(K). Demam Tifoid. Bio Medika.
  9. Inawati. Demam Tifoid. Departemen Patologi Antomi FK Universitas Wijaya Kusuma. Surabaya.
  10. Dr. dr. Santi Martini, M.Kes. Epidemiologi Tifoid. Bagian Epidemiologi Universitas Airlangga. Surabaya
  11. Arief Rakhman, Rizka Humardewayanti, Dibyo Pramono. Faktor-Faktor Risiko yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Demam Tifoid pada Orang Dewasa. Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 25, No. 4, Desember 2009. Hal. 167-175.
  12. Ade Putra. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Demam Tifoid Terhadap Kebiasaan Jajan Anak Sekolah Dasar. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang. 2012.
  13. Maria Holly Herawati, Lannywati Ghani. Hubungan Faktor Determinan Dengan Kejadian Tifoid di Indonesia Tahun 2007. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Volume XIX No. 4. 2009. Hal. 165-173.
  14. Syamsul Arifin, Edi Hartoyo, Dwi Srihandayani. Hubungan Tingkat Demam dengan Hasil Pemeriksaan Hematologi pada Penderita Demam Tifoid. Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat. Banjarmasin.
  15. Henry Santoso. Kajian Rasionalitas Penggunaan Antibiotik Pada Kasus Demam Tifoid Yang Dirawat Pada Bangsal Penyakit Dalam Di RSUP Dr. Kariadi Semarang Tahun 2008. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang. 2009.
  16. Dr. Daeng Muhammad Faqih, SH, MH, dkk. 2016. Panduan Tatalaksana 20 Kasus Non Spesialistik Di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama. BPJS Kesehatan. Jakarta. Hal. 38-41.
  17. dr. Pittara. 2022. Demam Tifoid. www.alodokter.com. Akses 31 Oktober 2022.
  18. dr. Airindya Bella. 2022. Memahami Tes Widal untuk Mendiagnosis Tifus. www.alodokter.com. Akses 31 Oktober 2022.

ARTIKEL TERBARU


| Apendisitis | Kocher Sign | Sitkovsky Sign | Edema Mukosa | Blumberg Sign | Multivitamin | Ruam | Ruam Sekunder | Vitamin | Tuberkulosis Primer |


ARTIKEL FAVORIT


| Eksudat Fibrinosa | Vulnus Excoriatum | Neoplasma In Situ | Meteorismus | Ekstremitas Bawah | Eksudat | Krusta | Rectal Toucher | Sistem Retikuloendotelial | Kocher Sign |


SPONSOR



A | B | C | D | E | F | G | H | I | J | K | L | M | N | O | P | Q | R | S | T | U | V | W | X | Y | Z

Update 14/11/22