Home Klinik Kedokteran

Pitiriasis Versikolor

Edisi 0.3
Oleh : dr. Asep Subarkah, S. Ked.


Pengertian

Pitiriasis versikolor adalah penyakit jamur kulit superfisial kronik karena infeksi malassezia spp berupa rasa gatal ringan, ruam geografis, ruam folikuler dan skuama pitiriasiformis.
Sinonim : panu, tinea versicolor, tinea versikolor | Kompetensi : ? | Laporan Penyakit : ? | ICD X : B.36.0

Gambar Pitiriasis Versikolor

Pitiriasis Versikolor (medissingkil.blogspot.com)



Penjelasan

Pitiriasis versikolor karena infeksi malassezia spp terutama malassezia furfur dan malassezia globosa.
Pitiriasis versikolor berupa rasa gatal ringan terutama saat berkeringat.
Pitiriasis versikolor berupa skuama pitiriasiformis berwarna putih (hipopigmentasi) atau kecoklatan hingga kehitaman (hiperpigmentasi).

Epidemiologi

  • banyak dijumpai pada usia belasan tahun (remaja).

Penyebab

Penyebabnya flora normal kulit yaitu infeksi malassezia spp. (terutama malassezia furfur dan malassezia globosa) berubah menjadi patogen karena faktor predisposisi :

Patogenesis

  • sebagian besar terjadi karena aktivasi malassezia pada tubuh penderita sendiri namun dapat pula ditularkan antar individu.
  • kondisi patogen terjadi apabila terdapat perubahan keseimbangan hubungan antara hospes dan ragi sebagai flora normal kulit.
  • ragi akan berkembang menjadi bentuk miselial yang lebih patogen pada kondisi tertentu.

Diagnosis

Gejala Klinis


  • umumnya tidak memberikan keluhan subjektif kecuali secara kosmetik.
  • rasa gatal yang ringan terutama saat berkeringat.
  • ruam : lesi (ruam) terutama dijumpai pada dada bagian atas lalu meluas sampai ke lengan atas, leher, perut, tungkai atas atau tungkai bawah.
  • lesi dapat juga ditemukan pada lipatan aksila, inguinal atau kulit wajah dan kulit kepala.
  • ruam polimorf : tergantung lama sakit & luas lesi; lebih lebar daripada daun mangga (ruam geografis) atau mengikuti folikel rambut (ruam folikuler).
  • skuama pitiriasiformis : skuama pitiriasiformis berwarna putih (hipopigmentasi) atau kecoklatan hingga kehitaman (hiperpigmentasi).
  • sering dijumpai bentuk makula skuamosa folikular pada lesi baru.
  • untuk melihat adanya skuamasi dapat dilakukan secara sederhana dengan garukan kuku (finger nail sign).

Pemeriksaan Penunjang


  • organisme : tampak adanya organisme dalam stratum korneum dan umumnya tidak mencapai dermis pada gambaran histopatologis.
  • pemeriksaan lampu Wood menunjukkan adanya fluoresensi berwarna kuning muda pada lesi yang bersisik.
  • adanya sel ragi bulat berdinding tebal dengan miselium kasar & terputus-putus menyerupai meat ball & spaghetti pada pemeriksaan mikroskopis dengan KOH.
  • pembuktian dengan kultur tidak bersifat diagnostik karena malassezia merupakan flora normal kulit.

Penatalaksanaan

Pengobatan harus dilakukan secara menyeluruh, tekun dan konsisten.

Obat Topikal


  • untuk penderita dengan lesi minimal.
  • dapat diberikan obat golongan azol (ketokonazol, bifonazol, tiokonazol) dalam bentuk krim yang diaplikasikan selama 2-3 minggu.
  • obat topikal berupa sampo lebih mudah digunakan untuk lesi lebih luas atau seluruh tubuh kecuali wajah dan genital.
  • contoh sampo obat topikal yaitu selenium sulfide 1,8%, 15-30 menit sebelum mandi, 1x/hari atau sampo ketokonazol 2%.
  • krim mikonazol sebagai derivat imidazol atau solusio tiosulfas natrikus 25% yang dioleskan 2x/hari setelah mandi selama 2 minggu.
  • solusio sodium tiosulfat 20% menimbulkan bau yang kurang sedap dan dapat timbul efek iritasi.

Obat Sistemik


  • ketokonazol 200 mg/hari selama 7-10 hari atau dosis tunggal 400 mg.
  • itrakonazol 200 mg/hari selama 5-7 hari, disarankan untuk kasus kambuhan atau tidak responsif dengan terapi lainnya.
Rekurensi dapat dicegah dengan penggunaan obat topikal 2x/minggu atau 1x/bulan atau sistemik ketokonazol 400 mg/hari sekali sebulan. Gejala sisa hipopigmentasi akan menghilang secara perlahan.

Komplikasi

Prognosis

  • umumnya baik.
  • angka kekambuhan (rekurensi) tinggi terutama pada terapi inadekuat atau pasien yang sulit menghilangkan faktor predisposisi sehingga perlu dilakukan pengobatan ulang setiap kali kambuh.

Referensi

  1. dr. Emmy S. Sjamsoe Daili, SpKK(K), dr. Sri Linuwih Menaldi, SpKK(K), dr. I Made Wisnu, SpKK(K). Penyakit Kulit Yang Umum Di Indonesia : Sebuah Panduan Bergambar. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2005. Hal. ?
  2. Prof. dr. Muhammad Dali Amiruddin, SpKK., DR. dr. Farida S. Ilyas, SpKK., dr. Syafruddin Amin, SpKK. & dr. Dianawaty Amiruddin, SpKK. Buku Ajar Penyakit Kulit Di Daerah Tropis. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Makassar. Hal. ?
  3. Anonim. Ruam Kulit. ocw.usu.ac.id. Akses 4 Agustus 2019.

ARTIKEL TERBARU


| Apendisitis | Kocher Sign | Sitkovsky Sign | Edema Mukosa | Blumberg Sign | Multivitamin | Ruam | Ruam Sekunder | Vitamin | Tuberkulosis Primer |


ARTIKEL FAVORIT


| Eksudat Fibrinosa | Vulnus Excoriatum | Neoplasma In Situ | Meteorismus | Ekstremitas Bawah | Eksudat | Krusta | Rectal Toucher | Sistem Retikuloendotelial | Kocher Sign |


SPONSOR



A | B | C | D | E | F | G | H | I | J | K | L | M | N | O | P | Q | R | S | T | U | V | W | X | Y | Z

Update 14/03/22